Jan 24, 2020

24 Januari 2020 (3)

Ternyata kecemasanku lahir dari rasa cemburu. Aku cemburu melihatmu bersama dia. Aku cemburu pada semua hal yang aku impikan kau berikan kepadanya. Bahkan marahmu padanya dapat membuatku cemburu, meski terkadang aku senang jika kalian sedang bertengkar. Jahat? Memang.
Mungkin tidak pantas memang kalau aku cemburu. Kita hanya berteman. Tak seharusnya aku berlaku seperti itu. Namun, aku tidak benar-benar bisa untuk tidak cemburu kepadamu.
Mungkin kamu menyesal telah mengenalku. Aku juga menyesal karena terlalu jujur kepadamu. Sebab nyatanya aku tidak siap untuk menghadapi resiko menjadi jujur. Mungkin karena awalnya aku kira ini akan sementara dan biasa saja. Kini nyatanya tidak.
Kita, maaf aku maksudnya. Aku membuat jarak denganmu supaya aku dapat melampiaskan kemarahanku dengan sempurna. Sebenarnya aku selalu berharap lega ketika menuliskan semua keluhan dan kesenangan. Tapi nyatanya tulisanku sama dengan kejujuran yang aku berikan. Sama-sama diacuhkan. Namun sepertinya aku mulai menikmati yang ku anggap sebagai sikap acuhmu padaku. Kini cinta, sayang atau apapun itu namanya semakin tumbuh besar, semakin diterpa angin kencang, semakin menjadi, semakin gila. Menjadi gila karena berharap.
Tak usah hiraukan aku yang menjadi semakin gila kepadamu. Sekalipun kau acuh, aku semakin menggila. Hati-hati dengan orang gila, apalagi dengan yang gila kepadamu.
Terasa aneh?
Tak ingin berteman?
Tak ingin peduli?
Mau menjauh?
Semakin sebal?
Semakin kasihan?
Yang jelas aku semakin gila. Semakin gila karena harapku yang terlalu gila kepadamu. Mungkin karena kita memang belum saling mengenal, atau aku yang terlambat jujur kepadamu?
Biar tulisan ini saja yang menyampaikan segala hal tentang pikiran dan perasaanku kepadamu. Selamat membaca atau tidak membaca. Aku akan menunggu kabar baik dan buruk dari siapapun yang membaca, memahami dan mengasihani.
Maaf jika terlalu aneh. Terima kasih.

No comments:

Post a Comment