Apr 1, 2016

NASIONALISTIS, ISLAMISTIS dan MARXISTIS

Mempelajari, mencari hubungan antara ketiga sifat itu, membuktikan, bahwa tiga haluan ini dalam     suatu negeri jajahan tak guna berseteruan satu sama lain, membuktikan pula, bahwa ketiga gelombang ini bisa bekerja bersama-sama menjadi satu gelombang yang maha besar dan maha kuat, satu ombak topan yang tak dapat ditahan terjangnya, itulah kewajiban yang kita semua harus memikulnya. Akan hasil atau tidaknya kita menjalankan kewajiban yang seberat dan semulia itu, bukanlah kita yang menentukan. Akan tetapi, kita tidak boleh putus-putus berdaya upaya, tidak boleh habis-habis ikhtiar menjalankan kewajiban ikut mempersatukan gelombang-gelombang tadi itu ! sebab kita yakin, bahwa persatuanlah yang kelak kemudian hari membawa kita ke arah terkabulnya impian kita : INDONESIA MERDEKA !

Karamchand Gandhi : “Buat saya, cinta saya pada tanah air itu, masuklah dalam cinta pada segala manusia. Saya ini seorang patriot, oleh karena saya manusia dan bercara manusia. Saya tidak mengecualikan siapa juga”.

Nasionalis yang sejati, yang cintanya pada tanah air itu bersendi pada pengetahuan atas susunan ekonomi dunia dan riwayat, dan bukan semata-mata timbul dari kesombongan bangsa belaka, - nasionalis yang bukan chauvinis, tak boleh tidak, haruslah menolak segala paham pengecualian yang sempit budi itu. Nasionalis yang sejati, yang nasionalismenya itu bukan semata-mata suatu copy taau tiruan dari nasionalisme barat, akan tetapi timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan, - nasionalis yang menerima rasa nasionalismenya itu sebagai suatu wahyu dan melaksanakan rasa itu sebagai suatu bakti, adalah terhindar dari segala paham kekecilan dan kesempitan. Baginya maka rasa cinta bangsa itu adalah lebar dan luas, dengan memberi tempat pada lain-lain sesuatu, sebagai lebar dan luasnya udara yang memberi tempat pada segenap sesuatu yang perlu untuk hidupnya segala hal yang hidup.

Bahwasanya, hanya nasionalisme ke-Timur-an yang sejatilah yang pantas dipeluk oleh nasionalis-Timur yang sejati. Nasionalisme-Eropa ialah suatu nasionalisme yang bersifat serang menyerang, suatu nasionalisme yang mengejar keperluan sendiri, suatu nasionalisme perdagangan yang untung atau rugi, - nasionalisme yang semacam itu akhirnya pastilah kalah, pastilah binasa.

Banyak nasionalis-nasionalis diantara kita yang sama lupa bahwa pergerakan nasionalisme dan islamisme di indonesia ini ya, di seluruh asia ada sama asalnya, dua-duanya berasal nafsu melawan “barat”, atau lebih tegas, melawan kapitalisme dan imperialisme barat, sehingga sebenarnya bukan lawan, melainkan kawannyalah adanya. Betapa lebih luhurnyalah sikap nasionalis Prof. T. L. Vaswani, seorang yang bukan islam, yang menulis : “jikalau islam menderita sakit, maka roh kemerdekaan timur tentulah sakit juga; sebab makin sangatnya negeri-negeri muslim kehilangan kemerdekaannya, makin lebih sangat pula imperialisme eropa mencekek roh asia. Tetapi, saya percaya pada asia sediakala; saya percaya bahwa rohnya masih akan menang. Islam adalah internasional, dan jikalau islam merdeka, maka nasionalisme kita itu adalah diperkuat oleh segenap kekuatannya itikad internasional itu.” Dan bukan itu saja. Banyak nasionalis-nasionalis  kita yang sama lupa, bahwa orang islam dimanapun juga ia adanya, diseluruh “darul islam”, menurut agamanya, wajib bekerja untuk keselamatan orang negeri yang ditempatinya. Nasionalis-nasionalis itu lupa, bahwa orang islam yang sungguh-sungguh menjalankan ke-islam-annya, baik orang arab maupun orang india, baik orang mesir maupun orang manapun juga, jikalau berdiam di indonesia, wajib pula bekerja untuk keselamatan indonesia itu. “dimana-mana orang islam bertempat, bagaimanapun juga jauhnya dari negeri tempat kelahirannya, didalam negeri yang baru itu ia masih menjadi satu bagian dari pada rakyat islam, daripada persatuan islam. Dimana-mana orang islam bertempat, disitulah ia harus mencintai dan bekerja untuk keperluan negeri itu dan rakyatnya”. Inilah Nasionalisme Islam ! Sempit budi dan sempit pikiranlah nasionalis yang memusuhi islamisme serupa ini. Sempit budi dan sempit pikiranlah ia, oleh karena ia memusuhi suatu azas, yang, walaupun internasional dan interrasial, mewajibkan pada segenap pemeluknya yang ada di indonesia, bangsa apa mereka pun juga, mencintai dan bekerja untuk keperluan indonesia dan rakyat indonesia juga adanya !

Nasionalis yang segan berdekatan dan bekerja bersama-sama dengan kaum marxis, - nasionalis yang semacam itu menunjukkan ketiadaan yang sangat, atas pengetahuan tentang berputarnya roda-politik dunia dan riwayat. Ia lupa, bahwa asal pergerakan marxis di indonesia atau asia itu juga merupakan tempat asal pergerakan mereka. Ia lupa, bahwa arah pergerakannya sendiri itu acap kali sesuai dengan arah pergerakan bangsanya yang marxistis tadi. Ia lupa, bahwa memusuhi bangsanya yang marxistis itu, samalah artinya dengan menolak kawan-sejalan dan menambah adanya musuh. Ia lupa dan tak mengerti akan arti sikapnya saudara-saudaranya dilain-lain negeri asia, umpamanya almarhum Dr. Sun Yat Sen, panglima nasionalis yang besar itu, yang dengan segala kesenangan hati bekerja bersama-sama dengan kaum marxis walaupun beliau itu yakin, bahwa peraturan marxis pada saat itu belum bisa diadakan dinegeri tiongkok, oleh karena dinegeri tiongkok itu tidak ada syarat-syaratnya yang cukup-masak untuk mengadakan peraturan marxis itu.

Aduhai ! alangkah kuatnya pergerakan kita sekarang umpama pertarungan saudara itu (marxis dan islamis) tidak terjadi. Niscaya kita tidak rusak-susunan sebagai sekarang ini; niscaya pergerakan kita maju, walaupun rintangan yang bagaimana juga.

(Tulisan di atas hanyalah sebuah kutipan dari “Di Bawah Bendera Revolusi”. Semoga dapat bermanfaat kepada para pembaca dan menjadi renungan bagi para pejuang-pejuang pergerakan saat ini)